GENERASI MANIS, GIGI TRAGIS: BAHAYA GULA BERLEBIH BAGI KESEHATAN GIGI DAN TUBUH REMAJA MASA KINI

GENERASI MANIS, GIGI TRAGIS: BAHAYA GULA BERLEBIH BAGI KESEHATAN GIGI DAN TUBUH REMAJA MASA KINI

FENOMENA “GENERASI MANIS”

Istilah “Generasi Manis” muncul sebagai representasi dari tren konsumsi makanan dan minuman manis yang cukup tinggi di kalangan remaja saat ini. Tren ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk pengaruh media sosial yang sering mempromosikan gaya hidup dan produk makanan yang tidak sehat, serta ketersediaan makanan cepat saji dan minuman kekinian yang mudah diakses. Media sosial memainkan peran penting dalam memengaruhi preferensi makanan remaja, dengan banyaknya konten yang mempromosikan minuman manis dan makanan cepat saji sebagai bagian dari gaya hidup modern. Selain itu, makanan cepat saji dan minuman kekinian seringkali dianggap sebagai simbol status sosial dan gaya hidup yang diidamkan oleh remaja (Hwang et al., 2020).

Penggunaan gula telah menjadi bagian integral dari diet manusia selama berabad-abad. Gula tidak hanya memberikan rasa manis, tetapi juga berfungsi sebagai pengawet dan penguat rasa pada berbagai produk. Namun, seiring dengan perubahan pola makan dan globalisasi makanan, terjadilah peningkatan konsumsi gula yang signifikan. Secara umum, remaja di Indonesia menunjukkan kecenderungan untuk sering mengonsumsi makanan dan minuman yang tinggi kandungan gula. Perilaku konsumsi makanan dan minuman manis menjadi salah satu indikator penelitian dalam Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023. Berdasarkan hasil survei, diketahui lebih dari 90% kelompok usia remaja (10-19 tahun) mengonsumsi baik makanan maupun minuman manis setidaknya beberapa kali dalam seminggu (SKI, 2023). Sebagian besar masyarakat tidak menyadari seberapa banyak gula yang mereka konsumsi setiap hari, termasuk dibuat oleh gula tersembunyi dalam produk-produk makanan dan minuman (Haque et al., 2020).

GULA TERSEMBUNYI DALAM MAKANAN DAN MINUMAN SEHARI-HARI

Gula tersembunyi, atau hidden sugars, adalah istilah yang merujuk pada gula yang terdapat dalam makanan dan minuman sehari-hari tanpa disadari oleh konsumen, termasuk gula yang ditambahkan ke dalam produk makanan selama proses memasak (Sergeeva, 2023). Banyak makanan yang tampak gurih seringkali mengandung gula tambahan tersembunyi dalam jumlah yang mengejutkan. Bumbu seperti saus tomat, saus pasta, saus barbekyu, dan saus salad kerap mengandung gula tambahan untuk meningkatkan cita rasanya. Protein bar dan yogurt dapat menjadi sumber protein yang sehat, namun penting untuk memeriksa kandungan gulanya. Produk susu mengandung gula alami, tetapi beberapa produk sejenis mungkin mengandung gula tambahan, misalnya yang memiliki rasa coklat, vanila, atau stroberi. Makanan pokok sarapan seperti granola, oatmeal instan, dan banyak sereal sarapan juga biasanya dipermanis dengan gula, madu, atau gula tambahan lainnya. Buah kalengan, buah yang diawetkan, atau selai buah juga cenderung mengandung gula tambahan. Selai kacang, termasuk selai kacang tanah, almond, dan mete, mungkin juga mengandung gula tambahan untuk menambah rasa dan tekstur. Terakhir, minuman kemasan seperti minuman olahraga dan minuman energi, kopi, dan teh dapat menjadi sumber gula tambahan yang tersembunyi (CDC, 2024).

Minimnya kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gula sehari-hari berkontribusi pada peningkatan konsumsi gula tersembunyi ini. Sebuah penelitian yang dilakukan di Jawa Tengah pada tahun 2023 menunjukkan pola konsumsi gula pasir secara keseluruhan sebanyak 63,38 gram per orang per hari (Karwur et al., 2023). Sedangkan, batas konsumsi gula yang direkomendasikan Kementerian Kesehatan adalah sebanyak 50 gram per orang per hari atau setara dengan 4 sendok makan per hari. Di samping itu, World Health Organization (WHO) merekomendasikan bahwa konsumsi gula tambahan seharusnya tidak lebih dari 10 persen dari total kalori harian, yang berarti sekitar 50 gram atau 12 sendok teh untuk seorang dewasa dengan kebutuhan kalori sekitar 2000 kalori per hari (WHO, 2015). Konsumsi gula dalam jumlah yang berlebihan dapat berdampak negatif terhadap kesehatan (Haque et al., 2020).

DAMPAK BURUK GULA BERLEBIH PADA KESEHATAN GIGI

Konsumsi gula berlebihan memiliki dampak buruk yang signifikan terhadap kesehatan gigi. Hal ini dimulai ketika bakteri alami di dalam mulut mencerna sisa-sisa makanan manis yang tertinggal. Bakteri akan memecah gula yang tersebut menjadi asam. Asam inilah yang kemudian menyerang lapisan terluar gigi (email), menyebabkan proses demineralisasi. Jika serangan asam ini terjadi berulang kali tanpa adanya remineralisasi yang cukup (misalnya melalui saliva dan fluoride), maka email gigi akan terus terkikis dan membentuk lubang yang kita kenal sebagai karies gigi atau gigi berlubang. Jika kebiasaan konsumsi gula berlebih terus berlanjut tanpa diimbangi dengan kebersihan mulut yang baik, kerusakan gigi akan semakin parah dan dapat mencapai lapisan dentin hingga pulpa gigi. Kondisi ini akan menimbulkan rasa nyeri, memicu infeksi, dan bahkan dapat menyebabkan jaringan saraf dan pembuluh darah di dalam pulpa gigi mati (Rathee et al., 2023).

Konsumsi gula berlebih juga berkontribusi pada masalah gusi. Sisa gula dalam mulut menjadi sumber makanan bagi bakteri yang membentuk plak. Jika tidak dibersihkan secara teratur, plak akan mengeras menjadi karang gigi. Karang gigi yang menumpuk di sepanjang garis gusi dapat menyebabkan peradangan gusi (gingivitis), yang ditandai dengan gusi merah, bengkak, dan mudah berdarah. Kondisi ini sering dikaitkan dengan penderita diabetes. Jika gingivitis tidak diobati, peradangan dapat menyebar ke jaringan pendukung gigi yang lebih dalam, menyebabkan periodontitis. Periodontitis adalah infeksi gusi parah yang dapat merusak tulang dan jaringan penyangga gigi, yang pada akhirnya dapat menyebabkan gigi goyang dan tanggal (Rathee et al., 2023). 

Dampak jangka panjang kerusakan gigi akibat konsumsi gula berlebih pada remaja tidak hanya terbatas pada kesehatan fisik, tetapi juga dapat memengaruhi kualitas hidup mereka secara keseluruhan. Gigi yang rusak atau hilang dapat mengganggu kemampuan mengunyah makanan dengan baik, yang dapat berdampak pada nutrisi dan kesehatan umum. Selain itu, masalah gigi seperti gigi berlubang, bau mulut, atau perubahan warna gigi dapat memengaruhi rasa percaya diri dan citra diri remaja, yang penting dalam perkembangan sosial dan emosional mereka. Rasa sakit gigi yang kronis juga dapat mengganggu konsentrasi belajar, tidur, dan aktivitas sehari-hari, sehingga menurunkan kualitas hidup secara signifikan.

DAMPAK BURUK GULA BERLEBIH PADA KESEHATAN TUBUH

Konsumsi gula berlebih tidak hanya berdampak pada kesehatan gigi tetapi juga membawa konsekuensi serius bagi tubuh secara keseluruhan. Asupan gula yang tinggi, terutama dari makanan olahan dan minuman manis, berkontribusi terhadap peningkatan risiko obesitas, diabetes tipe 2, serta penyakit jantung. Gula tambahan dapat menyebabkan lonjakan kadar glukosa darah dengan cepat yang memicu peningkatan produksi insulin. Jika terjadi secara terus-menerus, kondisi ini dapat menyebabkan resistensi insulin dan meningkatkan kemungkinan gangguan metabolik. Asupan gula yang tinggi juga berkontribusi pada penambahan berat badan karena kalori dari gula tidak memberikan rasa kenyang yang cukup, sehingga mendorong seseorang untuk makan lebih banyak. Selain itu, konsumsi gula berlebihan dapat memicu peradangan kronis dan meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL), yang pada akhirnya meningkatkan risiko hipertensi serta gangguan metabolik lainnya (Sinaga et al., 2024).

Tidak hanya penyakit kronis, konsumsi gula yang tidak terkontrol juga memengaruhi keseharian seseorang. Lonjakan gula darah yang cepat diikuti oleh penurunan drastis dapat menyebabkan kelelahan, sulit berkonsentrasi, serta perubahan suasana hati yang tiba-tiba. Jika terjadi secara terus-menerus, hal ini dapat mengganggu produktivitas dan kesejahteraan secara keseluruhan. Selain itu, konsumsi gula berlebih di malam hari dapat menghambat produksi melatonin, hormon yang berperan dalam siklus tidur, sehingga meningkatkan risiko gangguan tidur yang berujung pada kelelahan berkepanjangan dan penurunan kualitas hidup (Overberg et al., 2022). 

DAMPAK PSIKOSOSIAL

Selain memengaruhi kesehatan fisik, konsumsi gula berlebih juga berdampak pada aspek psikososial seseorang. Dalam kehidupan sosial, terutama di kalangan remaja, tren makanan dan minuman manis semakin populer karena pengaruh media sosial serta strategi pemasaran yang menarik. Banyak remaja terdorong untuk mengikuti tren ini, baik karena ingin dianggap “kekinian” maupun untuk membagikan pengalaman kuliner mereka di media sosial. Tanpa disadari, tekanan sosial ini membuat individu lebih sering mengonsumsi makanan dan minuman tinggi gula, yang dalam jangka panjang dapat membentuk pola makan tidak sehat. Akibatnya, kebiasaan ini sulit dikendalikan dan dapat berkembang menjadi ketergantungan terhadap makanan manis sebagai pelarian dari stres atau tekanan sosial.

Dari segi psikologis, konsumsi gula berlebih juga dapat memengaruhi kepercayaan diri seseorang. Kenaikan berat badan akibat konsumsi gula tinggi sering kali membuat seseorang merasa kurang nyaman dengan penampilannya, yang berdampak pada interaksi sosial mereka. Selain itu, kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman manis secara berlebihan juga berkontribusi terhadap munculnya masalah kulit, seperti jerawat, yang menjadi perhatian utama bagi banyak remaja. Dampak psikososial ini juga berkaitan dengan kesehatan gigi, karena pola konsumsi gula yang tinggi meningkatkan risiko karies dan perubahan warna gigi. Gigi yang rusak atau bernoda akibat konsumsi gula berlebihan dapat menurunkan rasa percaya diri seseorang, terutama saat berinteraksi dengan orang lain (Amin, 2022). Oleh karena itu, kesadaran akan dampak negatif gula serta alternatif yang lebih sehat menjadi semakin penting dalam menjaga keseimbangan antara kenikmatan dan kesehatan.

SOLUSI DAN PENCEGAHAN: “MANIS TANPA TRAGEDI”

Mengurangi konsumsi gula bukan berarti harus sepenuhnya menghilangkan rasa manis dari kehidupan sehari-hari. Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk tetap menikmati makanan manis tanpa berlebihan. Langkah pertama yang bisa diterapkan adalah mengganti minuman tinggi gula, seperti soda dan minuman boba, dengan alternatif yang lebih sehat seperti infused water, teh tanpa gula, atau jus buah alami tanpa tambahan pemanis. Selain lebih sehat, pilihan ini tetap memberikan kesegaran tanpa risiko lonjakan kadar gula dalam darah. Mengurangi porsi gula secara bertahap juga dapat membantu tubuh beradaptasi tanpa merasa kehilangan rasa manis sepenuhnya. Sebagai alternatif pengganti gula dalam makanan dan minuman, pemanis nol kalori seperti stevia juga dapat digunakan untuk tetap menikmati rasa manis tanpa menambah asupan kalori. Memilih camilan alami seperti buah segar atau yogurt tanpa pemanis juga dapat membantu mengontrol asupan gula harian tanpa mengorbankan kenikmatan rasa. (Hendrawan, 2025).

Kesadaran dalam membaca label makanan dan minuman juga penting untuk menghindari konsumsi gula tersembunyi. Banyak produk kemasan mengandung berbagai bentuk gula tambahan dengan nama berbeda, seperti sukrosa, glukosa, atau sirup jagung tinggi fruktosa. Hal ini membuat banyak orang tidak sadar bahwa mereka mengonsumsi gula dalam jumlah berlebihan. Membiasakan diri membaca informasi gizi pada kemasan dapat membantu mengontrol asupan gula dengan lebih baik. Selain itu, meningkatkan edukasi tentang dampak negatif gula berlebih akan membuat masyarakat lebih peduli terhadap pola makan sehat. Selain mengatur pola makan, menjaga kebersihan gigi dan mulut juga merupakan langkah preventif yang tidak kalah penting. Menyikat gigi secara teratur, terutama setelah mengonsumsi makanan atau minuman manis, dapat membantu mencegah penumpukan plak yang berisiko menyebabkan karies. Menggunakan benang gigi dan obat kumur juga dapat membantu membersihkan sisa makanan yang mungkin tidak terjangkau oleh sikat gigi.

Selain itu, pemeriksaan gigi ke dokter setiap enam bulan sekali bukan hanya sekadar rutinitas, tetapi investasi jangka panjang untuk kesehatan gigi. Dengan melakukan pemeriksaan rutin, masalah gigi dapat terdeteksi sejak dini dan dicegah sebelum menjadi lebih serius. Jangan tunggu sampai gigi terasa sakit baru pergi ke dokter, mulailah membiasakan diri untuk melakukan pemeriksaan gigi secara rutin demi senyum sehat dan percaya diri. Dengan menerapkan kebiasaan sehat ini, kita dapat menjaga kesehatan gigi tanpa harus mengorbankan kenikmatan dalam menikmati makanan dan minuman favorit, sekaligus menghindari dampak negatif bagi kesehatan tubuh serta kesejahteraan psikososial. 

KESIMPULAN

  • Tren konsumsi makanan dan minuman manis yang cukup tinggi di kalangan remaja saat ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk media sosial serta kemudahan akses makanan cepat saji dan minuman kekinian. Minimnya kesadaran tentang kebutuhan gula sehari-hari dan adanya gula tersembunyi berkontribusi pada peningkatan konsumsi gula di kalangan remaja. Konsumsi gula berlebih ini menimbulkan dampak negatif yang luas dan berkelanjutan terhadap kesehatan dan kualitas hidup secara signifikan.
  • Konsumsi gula berlebih dapat berdampak terhadap kesehatan gigi, tubuh, dan psikososial remaja. Kesehatan gigi dipengaruhi dengan terbentuknya karies dan resiko masalah gusi yang yang akan mengarah pada terganggunya fungsi rongga mulut. Tidak hanya gigi, konsumsi gula berlebih dapat meningkatan berat badan yang berpotensi mengarah pada obesitas dan berbagai penyakit metabolik. Lebih jauh lagi, asupan gula berlebihan juga dapat memengaruhi kesehatan psikososial remaja, seperti perubahan suasana hati, peningkatan risiko kecemasan dan depresi, serta mengganggu konsentrasi belajar dan interaksi sosial. 
  • Mengingat dampak negatif yang luas dan berkelanjutan dari konsumsi gula berlebih, investasi kesehatan sejak usia remaja menjadi sangat penting untuk mencegah masalah kesehatan di masa depan. Menanamkan pemahaman tentang pentingnya nutrisi seimbang dan gaya hidup sehat sejak dini akan membentuk kebiasaan positif yang terbawa hingga dewasa. Langkah ini tidak hanya menjadi tanggung jawab individu, tetapi juga memerlukan dukungan dari keluarga, sekolah, serta lingkungan sekitar dalam menciptakan pola hidup sehat yang berkelanjutan. 
  • Oleh karena itu, mari bersama-sama mengajak remaja menjadi generasi cerdas dan sehat melalui gaya hidup seimbang dengan cara membatasi gula atau gunakan pemanis alami sebagai alternatif, mengonsumsi makanan bergizi, membiasakan membaca label nutrisi, dan edukasi dampak konsumsi gula berlebih. Di samping itu, menyikat gigi secara teratur, menggunakan benang gigi dan obat kumur, serta melakukan pemeriksaan rutin ke dokter gigi merupakan upaya yang harus dilakukan guna mencegah masalah gigi.

PENULIS

  • Ni Made Mas Indira Patanjali
  • Komang Savitri Prabhaswarajnana Ksatria Utami

DAFTAR PUSTAKA

Amin, N. A. U. (2022). Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan Murid Sman 37 Jakarta Terhadap Karies Gigi (Doctoral Dissertation, Universitas Yarsi).

Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan. (2023). Laporan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 dalam Angka. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.  445-447.

Centers for Disease Control and Prevention. (2024, 17 Juni). Spotting Hidden Sugars In Everyday Foods. Diakses pada 1 April 2025 melalui https://www.cdc.gov/diabetes/healthy-eating/spotting-hidden-sugars-in-everyday-foods.html.

Haque, M., McKimm, J., Sartelli, M., Samad, N., Haque, S., & Bakar, M. (2020). A narrative review of the effects of sugar-sweetened beverages on human health: A key global health issue.. Journal of population therapeutics and clinical pharmacology = Journal de la therapeutique des populations et de la pharmacologie clinique, 27 1, e76-e103. https://doi.org/10.15586/jptcp.v27i1.666

Hendrawan, R. B. (2025). Pengaruh Konsumsi Gula pada Malam Hari Terhadap Kesehatan Gigi. Diakses pada 26 Maret 2025 melalui https://fkg.ugm.ac.id/id/pengaruh-konsumsi-gula-pada-malam-hari-terhadap-kesehatan-gi gi/.

Hwang, S., Park, S., Jin, G., Jung, J., Park, H., Lee, S., Shin, S., & Lee, B. (2020). Trends in Beverage Consumption and Related Demographic Factors and Obesity among Korean Children and Adolescents. Nutrients, 12. https://doi.org/10.3390/nu12092651

Karwur, F.F, D Prameshwari, and R.E Rayanti. (2023). Pola konsumsi, konsumsi gula, dan status gizi pada wanita usia 35-55 tahun di Desa Batur, Kecamatan Getasan. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 19(4), 154-164. https://doi.org/10.22146/ijcn.54322.  

Morgan, K., Lowthian, E., Hawkins, J., Hallingberg, B., Alhumud, M., Roberts, C., Murphy, S., & Moore, G. (2021). Sugar-sweetened beverage consumption from 1998–2017: Findings from the health behaviour in school-aged children/school health research network in Wales. PLoS ONE, 16. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0248847

Overberg, J., Kalveram, L., Keller, T., Krude, H., Kühnen, P., & Wiegand, S. (2022). Interactions between nocturnal melatonin secretion, metabolism, and sleeping behavior in adolescents with obesity. International Journal of Obesity, 46(5), 1051-1058.

Rathee M, Jain P. (2023). Gingivitis. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557422/

Rathee M, Sapra A. (2023). Dental Caries. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551699/

Sergeeva, V.A. (2023). Hidden (added) sugars and obvious risks for the cardiovascular system: a literature review. CardioSomatics, 14(2), 105-114. https://doi.org/10.17816/CS399808

Sinaga, J., Sinambela, J. L., Purba, B. C., & Pelawi, S. (2024). Gula dan Kesehatan: Kajian Terhadap Dampak Kesehatan Akibat Konsumsi Gula Berlebih. Mutiara: Jurnal Ilmiah Multidisiplin Indonesia, 2(1), 54-68.

World Health Organization. (2015). Guideline: Sugars intake for adults and children. https://www.who.int/publications/i/item/9789241549028.

#HMKGSarkara

#SatuRasaDedikasi

#FKUnud

#VivaHippocrates

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *