
LEBIH DARI SEKADAR KESEHATAN GIGI
Kesehatan gigi seringkali dianggap sebagai aspek terpisah dari kesehatan tubuh secara keseluruhan dan dipandang hanya sebatas estetika atau kenyamanan. Namun, faktanya, kesehatan gigi dan mulut dapat menjadi cerminan dari kondisi diri kita. Kesehatan mulut dan kesehatan umum saling terkait secara dua arah. Kesehatan mulut merupakan bagian dari kesehatan secara keseluruhan, sehingga mempengaruhi kesehatan umum. Sebaliknya, kesehatan umum juga mempengaruhi kesehatan mulut. Memahami hubungan ini sangat penting untuk mencapai kesehatan yang optimal.
Sebuah studi meta analisis oleh Paulson et al. (2025) menyatakan bahwa terdapat korelasi sedang (r = 0.41) antara kesehatan mulut dan kualitas hidup terkait kesehatan secara umum, dengan heterogenitas yang tinggi di antara populasi. Terdapat hubungan yang konsisten antara kesehatan mulut dan beberapa penyakit sistemik, termasuk penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, gangguan pernapasan, dan komplikasi kehamilan (Merza et al., 2024). Kehilangan gigi sebagian atau seluruhnya akibat masalah gigi dan jaringan penyangga gigi dapat memengaruhi proses mengunyah, pilihan makanan, asupan nutrisi, harga diri, interaksi sosial, dan kesejahteraan mental. Di samping itu, meskipun nyeri di daerah orofasial, mencakup mulut, rahang, dan wajah, umumnya terkait dengan gigi, namun beberapa kasus bersifat non-odontogenik atau bukan berasal dari jaringan gigi. Nyeri ini dapat berasal dari otot-otot pengunyahan atau sendi temporomandibular, mewakili gangguan sakit kepala, kondisi neuropatik, atau bahkan nyeri rujukan dari penyakit jantung iskemik. Kelainan yang ditemukan di daerah orofasial dapat menandakan potensi gangguan penggunaan zat atau mencerminkan efek samping terapi medis (Fatahzadeh et al., 2024). Di sisi lain, masalah kesehatan mulut dan gangguan mental memiliki hubungan kompleks yang melibatkan disregulasi mikrobioma, translokasi bakteri, dan peradangan sistemik (Skallevold et al., 2023).
Mengingat kaitan erat antara kesehatan gigi dan kesehatan tubuh, munculah konsep perawatan gigi integratif (atau holistik). Kedokteran gigi holistik mempertimbangkan bagaimana kesehatan mulut memengaruhi seluruh tubuh. Dokter gigi holistik memandang rongga mulut sebagai ekosistem yang terhubung secara sinergis dengan seluruh tubuh pasien. Bidang ini bukanlah spesialisasi kedokteran gigi yang resmi diakui, melainkan lebih merupakan filosofi dan mungkin dikenal oleh pasien dan praktisi sebagai kedokteran gigi biokompatibel, konservatif, biologis, integratif, modern, biomimetik, atau alami. Oleh karena itu, cakupan praktiknya bervariasi antar praktisi (Teplitsky, 2023).
PENTINGNYA KOLABORASI LINTAS PROFESI DALAM PERAWATAN GIGI INTEGRATIF
Pendekatan monodisipliner dalam kesehatan gigi memiliki keterbatasan signifikan mengingat interkoneksinya dengan kesehatan secara keseluruhan. Keterbatasan fokus pada aspek dental semata dapat menghambat diagnosis yang komprehensif, karena manifestasi oral bisa menjadi tanda penyakit sistemik. Perencanaan perawatan juga berpotensi tidak optimal, terutama pada pasien dengan kondisi medis kompleks yang memerlukan koordinasi interdisipliner untuk menghindari risiko. Lebih lanjut, hasil perawatan mungkin kurang efektif jika pemicu utama, seperti faktor psikologis pada bruxism, tidak diatasi. Tanpa pemahaman riwayat medis pasien secara menyeluruh, risiko komplikasi pasca-prosedur juga meningkat. Dampak dari keterbatasan ini merugikan pasien, memicu rekurensi masalah, peningkatan biaya, dan komplikasi yang sebenarnya dapat dicegah. Oleh karena itu, praktik kolaboratif dalam kedokteran gigi memegang peranan penting dalam memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif (Alqutaibi et al., 2025).
Kolaborasi interprofesi memungkinkan pendekatan holistik terhadap kesejahteraan pasien, mencakup kesehatan mulut dan spektrum yang lebih luas dari kesehatan umum dan sistemik. Hal ini sejalan dengan konsep holistik dalam kedokteran gigi, di mana dokter gigi holistik percaya bahwa jika mereka dapat bekerja sama dengan praktisi kesehatan lainnya untuk menangani penyebab dasar masalah mulut, hal ini akan menjadi metode perawatan gigi yang lebih aman dan efektif. Oleh karena itu, mereka lebih cenderung merujuk pasien ke praktik kesehatan lain seperti kedokteran fungsional, terapi kraniosakral, perawatan chiropractic, akupunktur, terapi miofungsional, spesialis pernapasan, spesialis THT (telinga, hidung, dan tenggorokan), terapi nutrisi, psikoterapi, dan lain-lain (Teplitsky, 2023). Sinergi ini memastikan bahwa setiap aspek kesehatan pasien dari kondisi medis sistemik hingga faktor psikologis yang memengaruhi kesehatan mulut dipertimbangkan. Selain itu, pendekatan ini memainkan peran penting dalam mengedukasi pasien mengenai hubungan antara kesehatan mulut dan sistemik, meningkatkan literasi kesehatan, dan mendorong manajemen kesehatan yang proaktif. Pendekatan ini mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya dengan menggabungkan keahlian, meminimalkan biaya, dan meningkatkan hasil perawatan pasien sekaligus mendorong inovasi dan penelitian interdisipliner. (Alqutaibi et al., 2025).
PROFESI YANG DAPAT TERLIBAT DAN PERANNYA DALAM PERAWATAN GIGI INTEGRATIF
Praktik kolaboratif dalam kedokteran gigi sangat penting untuk memberikan perawatan kesehatan komprehensif, menangani kesehatan mulut dan sistemik, serta melibatkan berbagai tenaga kesehatan. Praktik kolaboratif meningkatkan perencanaan perawatan dengan menggabungkan keahlian, sehingga menghasilkan rencana perawatan yang dipersonalisasi dan terkoordinasi sesuai dengan kebutuhan individu pasien. Kolaborasi interdisipliner ini melibatkan profesional gigi, dokter, perawat, farmasis, dan penyedia layanan kesehatan lainnya (Alqutaibi et al., 2025).
Perawatan gigi integratif memastikan keterlibatan multidisipliner untuk mencapai luaran kesehatan yang optimal. Dokter gigi bertindak sebagai koordinator utama, bertanggung jawab atas diagnosis, perencanaan, dan pelaksanaan perawatan gigi, sekaligus menjadi titik kontak bagi pasien dalam ekosistem kolaboratif ini. Namun, peran mereka diperluas untuk mengenali tanda-tanda masalah sistemik yang bermanifestasi di rongga mulut, serta melakukan rujukan yang tepat. Profesi medis lain seperti dokter umum atau internis esensial dalam mengevaluasi kondisi kesehatan sistemik pasien, mengelola penyakit kronis seperti diabetes atau penyakit kardiovaskular, dan memastikan bahwa perawatan dental tidak bertabrakan dengan regimen medis pasien. Spesialis medis lebih lanjut, seperti ahli endokrin, kardiolog, atau psikiater, akan dilibatkan jika terdapat kondisi spesifik yang memerlukan keahlian mendalam, memastikan bahwa kesehatan oral dan tubuh secara keseluruhan ditangani secara sinergis.
Beragam spesialis lain turut berkontribusi dalam tim perawatan gigi integratif. Ahli gizi memainkan peran krusial dalam memberikan edukasi tentang pola makan yang memengaruhi kesehatan gigi dan gusi, serta mengelola kondisi sistemik melalui diet. Masalah perilaku atau psikologis yang memengaruhi kesehatan oral, seperti bruxism atau kecemasan dental, psikolog atau ahli terapi fungsional dapat memberikan intervensi terapeutik. Terakhir, farmasis atau farmakolog memiliki peran penting dalam meninjau daftar obat-obatan pasien, mengidentifikasi potensi interaksi obat, dan memberikan panduan tentang manajemen nyeri atau antibiotik pasca-prosedur lebih detail, sehingga meminimalisir risiko komplikasi dan memastikan keselamatan pasien secara menyeluruh.
MANFAAT NYATA PERAWATAN GIGI INTEGRATIF BAGI PASIEN
Perawatan gigi integratif menggabungkan berbagai aspek kedokteran gigi dengan pendekatan menyeluruh terhadap kesehatan pasien. Bukan hanya berfokus pada masalah di rongga mulut, pendekatan ini juga mempertimbangkan faktor sistemik, psikologis, dan gaya hidup, sehingga hasil perawatan jadi lebih menyeluruh dan berdampak jangka panjang. Berikut beberapa manfaat nyatanya:
Diagnosis yang Lebih Komprehensif dan Akurat
Perawatan gigi integratif memungkinkan dokter gigi melakukan pemeriksaan secara menyeluruh, tidak hanya terbatas pada gigi dan mulut, tetapi juga mempertimbangkan aspek sistemik, psikologis, dan sosial pasien. Dengan pendekatan ini, dokter tidak hanya melihat gejala fisik, tetapi juga menggali latar belakang dan kebiasaan pasien yang dapat memengaruhi kondisi kesehatan gigi dan mulut. Penggunaan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan radiologi turut memperkuat akurasi diagnosis. Hal ini sangat membantu dalam mengenali penyakit sistemik yang memiliki manifestasi oral, serta mengidentifikasi faktor risiko sejak awal. Hasilnya, diagnosis menjadi lebih detail, tepat, dan sesuai dengan kondisi keseluruhan pasien (Gunawan et al., 2024).
Rencana Perawatan yang Lebih Holistik dan Individual
Pendekatan integratif menyusun rencana perawatan berdasarkan kondisi klinis, psikososial, ekonomi, serta preferensi pribadi pasien. Setiap individu diperlakukan secara unik, dengan perawatan yang disesuaikan mulai dari tahapan tindakan, alternatif solusi, hingga manajemen kecemasan dan ketidaknyamanan. Perhatian juga diberikan pada kebutuhan khusus, usia, dan kondisi sistemik pasien agar perawatan lebih aman dan efektif. Hal ini membuat proses perawatan tidak hanya fokus pada penyembuhan fisik, tetapi juga memperhatikan kenyamanan emosional pasien. Dengan begitu, kualitas hasil perawatan menjadi lebih optimal dan relevan bagi masing-masing individu (Agil et al., 2025).
Peningkatan Efektivitas Perawatan dan Hasil Jangka Panjang yang Lebih Baik
Dengan adanya diagnosis yang tepat dan rencana perawatan yang terpersonalisasi, efektivitas perawatan gigi meningkat secara signifikan. Semua aspek perawatan, mulai dari promotif, preventif, kuratif, hingga rehabilitatif dilakukan secara terintegrasi dan saling mendukung. Hal ini membantu mengurangi risiko komplikasi dan mencegah kondisi yang lebih parah di kemudian hari. Edukasi pasien yang terstruktur juga memperkuat peran mereka dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut secara mandiri. Dalam jangka panjang, pendekatan ini tidak hanya meningkatkan kualitas hidup pasien, tetapi juga menekan biaya perawatan dengan mencegah masalah berulang.
Pengalaman Pasien yang Lebih Nyaman dan Terkelola dengan Baik
Perawatan gigi integratif mengutamakan kenyamanan pasien dengan membangun komunikasi yang empatik, jelas, dan terbuka sejak awal. Pendekatan ini membuat pasien merasa lebih didengar, dihargai, dan tidak cemas terhadap proses perawatan yang akan dijalani. Edukasi yang diberikan pun disesuaikan dengan kondisi dan pemahaman pasien, termasuk untuk pasien berkebutuhan khusus atau yang memiliki ketakutan terhadap perawatan gigi. Pengelolaan kecemasan dan ketidaknyamanan menjadi bagian penting, sehingga pasien lebih kooperatif dan percaya pada tim medis (Al Jamiliyati et al., 2025). Hal ini membentuk pengalaman yang lebih positif dan mendukung keberhasilan perawatan secara menyeluruh.
TANTANGAN MASA DEPAN KOLABORASI LINTAS PROFESI DALAM PERAWATAN GIGI
Meskipun kolaborasi lintas profesi dalam perawatan gigi menjanjikan hasil yang lebih holistik dan efektif, penerapannya tidak lepas dari berbagai tantangan, terutama dalam membangun dan mempertahankan kerja sama yang berkelanjutan. Salah satu hambatan utama adalah komunikasi antarprofesi yang sering kali tidak selaras karena perbedaan latar belakang pendidikan, bahasa medis, serta cara pandang terhadap masalah pasien. Hal ini dapat memicu miskomunikasi atau bahkan konflik dalam pengambilan keputusan klinis. Selain itu, perbedaan prioritas dan alur kerja antara dokter gigi dengan profesional lain, seperti dokter umum, ahli gizi, atau psikolog, juga bisa menjadi kendala tersendiri dalam mewujudkan integrasi perawatan yang mulus (Yola, 2025).
Di sisi lain, rendahnya pemahaman tentang konsep perawatan integratif dan kurangnya edukasi sejak masa pendidikan profesi turut menghambat kesiapan tenaga kesehatan untuk berkolaborasi secara aktif. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan peningkatan kesadaran dan pelatihan interprofesional yang lebih masif, baik dalam kurikulum akademik maupun dalam bentuk pelatihan berkelanjutan di lingkungan klinis. Hal ini bertujuan agar masing-masing profesi tidak hanya memahami perannya sendiri, tetapi juga mampu menghargai kontribusi profesi lain demi kepentingan terbaik pasien (Anwar & Rosa, 2019).
Melihat ke depan, tren perkembangan kolaborasi lintas profesi dalam perawatan gigi didorong oleh kemajuan teknologi yang semakin canggih. Inovasi seperti telemedicine, rekam medis digital terintegrasi, dan sistem rujukan daring membuka peluang besar untuk mempercepat komunikasi dan koordinasi antar profesi tanpa terbatas ruang dan waktu (Gunawan et al., 2024). Melalui telekonsultasi, dokter gigi dapat berdiskusi langsung dengan dokter spesialis lain mengenai kondisi pasien secara real-time, sementara sistem rekam medis digital memungkinkan akses cepat terhadap riwayat medis yang lengkap oleh semua pihak yang terlibat. Dengan demikian, kolaborasi menjadi lebih efisien, terdokumentasi dengan baik, dan lebih mudah dievaluasi keberhasilannya. Ini menunjukkan bahwa kolaborasi lintas profesi dalam perawatan gigi bukan lagi sekadar idealisme, tetapi merupakan arah transformasi pelayanan kesehatan yang realistis dan sangat mungkin diwujudkan di masa depan.
KESIMPULAN
Kesehatan gigi dan mulut memiliki keterkaitan erat dengan kondisi kesehatan tubuh secara menyeluruh, baik dari aspek sistemik maupun psikologis. Keberhasilan terapi perawatan gigi tidak hanya ditentukan oleh kemampuan klinis dokter gigi, tetapi juga oleh kolaborasi yang harmonis dengan tenaga medis lain seperti dokter umum, dokter spesialis, ahli gizi, psikolog, dan profesional kesehatan terkait lainnya. Pendekatan kolaboratif ini memungkinkan tercapainya diagnosis yang lebih tepat, rencana perawatan yang terpersonalisasi, serta intervensi yang lebih optimal dan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas hidup pasien dalam jangka panjang. Pelaksanaannya memang masih dihadapkan pada sejumlah hambatan, seperti ketidaksesuaian terminologi antarprofesi, keterbatasan pemahaman terhadap pendekatan integratif, serta kendala struktural dalam sistem pelayanan kesehatan. Kemajuan teknologi, misalnya layanan konsultasi daring dan sistem pencatatan medis elektronik yang saling terhubung, membuka peluang menuju kerja sama yang lebih efektif. Oleh karena itu, kerja sama antar lintas profesi bukan hanya menjadi tuntutan praktis, melainkan juga landasan esensial dalam pengembangan sistem layanan kesehatan gigi yang lebih terintegrasi, holistik, dan berpusat pada kesejahteraan pasien secara utuh.
PENULIS
Ni Made Mas Indira Patanjali
Komang Savitri Prabhaswarajnana Ksatria Utami
DAFTAR PUSTAKA
Agil, N. M., Agustina, M., Judijanto, L., Ulfah, M., Nurhayati, C., & Fatma, E. P. L. (2025). Keperawatan Paliatif: Pendekatan Holistik dalam Perawatan Akhir Kehidupan. PT. Sonpedia Publishing Indonesia.
Al Jamiliyati, N. U., NA, S. R., Hayunnisa, R., Eka, S., Farihatul, S., & Rochma, S. (2025). Komunikasi Efektif Dalam Keperawatan: Strategi Penggunaan Bahasa Yang Sederhana Edukasi Pasien: Effective Communication in Nursing: Strategies for Using Simple Language for Patient Education. KIRANA: Social Science Journal, 2(1), 11-15.
Anwar, H., & Rosa, E. M. (2019). Meningkatkan Komunikasi dan Kolaborasi dengan Interprofessional Education (IPE): A Literature Review. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah.
Alqutaibi, A., Rahhal, M., Awad, R., Sultan, O., Iesa, M., Zafar, M., & Jaber, M. (2025). Implementing and Evaluating Interprofessional Education for Dental Students: A Narrative Review. European Journal of Dentistry. https://doi.org/ 10.1055/s-0045-1804505.
Fatahzadeh, M., Sabato, E., Singhal, V., Wagner, M., & Fenesy, K. (2024). A novel oral medicine‐centered interprofessional curricular initiative to promote collaboration and build oral health capacity. Journal of Dental Education, 89, 81-89. https://doi.org/10.1002/jdd.13689.
Gunawan, A., Sambas, N., & Suminar, S. R. (2024). Kepastian Hukum Pada Regulasi Praktik Kedokteran Melalui Telemedisin untuk Optimalisisasi Prosedur Penegakan Diagnosis. Indonesian Journal of Humanities and Social Sciences, 5(3), 1121-1132.
Merza, R., Alqahtani, N., Al-sulami, S., Sindi, J., Kabli, R., Alluqmani, S., Aljohani, R., Saleh, M., Hawsawi, S., Aljahdali, B. (2024). Oral Health and Systemic Disease: A Systematic Review of the Impact of Dental Care on Overall Health. Journal of Ecohumanism, 3(7), 2843–2852. https://doi.org/10.62754/joe.v3i7.4679.
Paulson, D., Ingleshwar, A., Theis-Mahon, N., Lin, L., John, M. (2025). The Correlation Between Oral and General Health-Related Quality of Life In Adults: A Systematic Review and Meta-Analysis. Journal of Evidence-Based Dental Practice, 25(1). https://doi.org/10.1016/j.jebdp.2024.102078.
Skallevold, H. E., Rokaya, N., Wongsirichat, N., & Rokaya, D. (2023). Importance of oral health in mental health disorders: An updated review. Journal of oral biology and craniofacial research, 13(5), 544–552. https://doi.org/10.1016/j.jobcr.2023.06.003.
Teplitsky, B. (2023). Holistic Dentistry: A Brief Explanation and Overview of Modern Comprehensive Dental Care. Dental Hypotheses, 14(1), 39-41. 10.4103/denthyp.denthyp_45_22.Yola, Y. (2025). Kolaborasi Interprofesional: Kunci Pelayanan Kesehatan yang Terintegrasi dan Berorientasi pada Pasien. Diakses pada 3 Juni 2025 melalui https://www.kompasiana.com/yolayolanda0683/68286fe2c925c422fa47de62/kolaborasi-interprofesional-kunci-pelayanan-kesehatan-yang-terintegrasi-dan-berorientasi-pada-pasien?page=all
#HMKGSarkara
#SatuRasaDedikasi
#FKUnud
#VivaHippocrates